Assalamu'alaikum Wr. Wb

Kepada bapak/ibu guru, silahkan kirim artikel pendidikan atau hasil penelitian yang telah di lakukan untuk dimuat di blog ini

Blogroll

RelmaxTop. Free powerful counter for your website

KTSP dan Agenda Pendidikan Teknologi

Ibarat sebuah busur dengan anak panahnya, atau sebuah kepeng dengan sisi-sisinya. Sains dan Teknologi, keduanya saling mengisi, melengkapi satu sama lain. Perkembangan Sains yang pesat, diiringi dengan perkembangan teknologi. Sebaliknya, kemajuan teknologi memberikan wahana yang memungkinkan Sains dapat berkembang dengan pesat pula. Fensham dan Gardner (1994) bahkan mengibaratkan Sains sebagai generator/pembangkit bagi pesatnya teknologi. Sementara itu, teknologi seringkali merupakan bentuk aplikasi dari konsep-konsep yang dipelajari bidang Sains.

Perkembangan Sains dan Teknologi yang massive saat ini tengah menjadi salah satu ciri abad modern. Abad kompetisi, abad dimana persaingan sumber daya manusia (SDM) menjadi sangat ketat. Artinya, siapapun yang memiliki keunggulan insani; spiritual, emosional, intelektual dan skill, maka dapat dipastikan mereka akan menguasai laju sejarah peradaban manusia. Sebaliknya, bila tidak memiliki keunggulan-keunggulan dimaksud, mereka pun hidup hmap tanpa harapan, tanpa tujuan dan tiada arti. Oleh karena itu, upaya alih Sains dan Teknologi saat ini telah menjadi agenda utama yang maha penting bagi semua negara berkembang tak terkecuali negara kita tercinta, Indonesia.
Kebijakan alih Sains dan Teknologi di negara kita, khususnya pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, terintegrasi ke dalam mata pelajaran Sains. Fungsinya sebagaimana tertuang dalam Kurikulum 2006 (KTSP) antara lain: mengembangkan ketrampilan, sikap dan nilai ilmiah, mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek Sains dan Teknologi, serta menguasai konsep Sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Akankah agenda pendidikan teknologi ini dapat mencapai tujuan? Atau, akan bernasib sama dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya yang mengalami pergantian tanpa perbaikan dan evaluasi seiring bergantinya sang menteri?

Merubah Paradigma
Kita semua tahu bahwa pelaksanaan kurikulum 1994 beserta suplemennya, mendapat sorotan dan kritikan tajam dari publik. Dalam konteks pendidikan teknologi misalnya, sangat disayangkan upaya yang dilakukan hanya menyentuh salah satu aspek saja, aykni sains sebagai proses. Prakteknya pun belum sampai pada pembentukan sikap ilmiah para siswa. Sementara sisi Sains sebagai produk, boleh dikata terabaikan. Pengajaran Sains yang dilakukan, belum banyak menyentuh aspek-aspek teknologi. Meskipun dalam kehidupan sehari-hari para guru dan siswa, dikelilingi dengan produk-produk teknologi. Namun, tak pernah terintegrasi dalam pengajaran di kelas. Akibatnya, meskipun mereka mempelajari konsep listrik, dalam kenyataannya mereka tidak mampu menyambung sekering yang putus.
Persepsi kita terhadap teknologi saat ini, umumnya masih sempit. Teknologi diidentikkan dengan peralatan canggih seperti komputer, proyektor, LCD, pesawat ruang angkasa dan lain-lain. Teknologi dianggap sebagai barang mewah, mahal, susuh dijangkau dan sukar dipelajari. Pandangan seperti ini sah-sah saja, tidak sepenuhnya salah. Namun persepsi ini sedikit banyak mempengaruhi pola pikir pengelola sekolah (masyarakat, kepala, guru dan orang tua siswa), sehingga selalu terjadi tarik-ulur dalam upaya penyediaan produk teknologi seperti komputer.
Harga yang mahal adalah alasan klasik yang selalu mengemuka dan menggagalkan segala upaya. Akibatnya, pendidikan teknologi yang telah diamanatkan kurikulum terabaikan. Sementara, rendahnya pemahaman dan kemampuan teknologi para guru juga turut menyumbang atas kegagalan pelaksanaan pendidikan teknologi di antara kita.
Sejak zaman dahulu teknologi sebenarnya telah ada dan atau manusia pun sudah menggunakannya. Ketika manusia memecahkan kemiri dengan batu atau memetik buah dengan galah misalnya, sesungguhnya mereka telah menggunakan teknologi, yaitu menggunakan teknologi sederhana. Pengertian ini seharusnya menuntun para guru dalam menghapus misconception dan merubah persepsi tentang teknologi yang berlangsung selama ini. Teknologi kini harus dipandang secara luas, yakni menyangkut teknologi modern (canggih) dan teknologi sederhana. Proses pembuatan tempe, tahun, tape dan atau membuat rancangan/desain kandang ayam adalah contoh teknologi sederhana yang banyak ditemukan di sekitar kita. Mengapa tidak kita kembangkan dalam pembelajaran Sains?
Pengembangan Bahan Ajar
Dunia anak didik kita, saat ini telah banyak dipenuhi dengan beraneka ragam mainan. Mulai dari mobil-mobilan, pesawat terbang, boneka-bonekaan, perkakas alat dapur dan lain sebagainya. Bahan dasar pembuatannya ada yang berasal dari kayu, plastik hingga terbuat dari logammetal; dengan bentuk mulai dari ukuran mini hingga jumbo, dan dengan harga yang bervariasi, dari yang relatif murah hingga yang mahal. Semua tersedia di toko-toko mainan. Mengapa tidak kita kembangkan dan kita gali sebagai media dalam pengajaran Sains?
Mainan/toys dengan segala sifat yang dimilikinya, menurut Thomas O’Brien (1993) dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, mengkonkretkan teori-teori abstrak, relevan dengan siswa, serta digunakan untuk mendemonstrasikan teori-konsep Sains dalam dunia nyata siswa. Mainan juga mampu memberi dorongan kepada siswa untuk membangun kreativitasnya, dengan mengkonstruksi model sebuah project (misal merancang/membuat mobil mainan bertenaga baterry sebagai penggerak) serta dapat digunakan sebagai alat simulasi praktikum.
Selanjutnya kegiatan masak-memasak/cooking kini pun bukan lagi monopoli wanita. Saat ini bayak dijumpai koki laki-laki di berbagai restoran. Kegiatan cooking pun kini pun familier dan popular dikalangan siswa-siswi. Tidak jarang siswa laki-laki membantu ibu mereka di dapur, meskipun hanya sekedar merebus air. Oleh karena itu, cooking sangat relevan bila dikembangkan untuk menggali konsep Sains dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Menurut Klindworth (2000), partisipasi aktif siswa dalam kegiatan cooking, memungkinkan mereka memperluas pemahaman bagaimana saintis bekerja. Ketrlibatan siswa seperti ini akan mengembangkan ketrampilan dan kemampuan siswa dalam melakukan pengamatan, perencanaan dan pelaksanaan, analisis dan penelitian , memebuat dugaan sementara serta menyimpulkan dan mengkomunikasikan hasil. Kompetensi dasar seperti inilah yang akan dikembangkan dalam mendatang, dengan mengembangkan ketrampilan, sikap dan nilai ilmiah kepada siswa.
Ketika siswa praktik membuat misalnya, guru dapat menggali pengetahuan siswa tentang konsep kalor perubahannya. Atau melakukan ukuran suhu zat dengan termometer dalam memasak menggunakan tungku listrik, guru pun mengembangkan konsep Sains terhadap daya dan energi listrik dan lain sebagainya. Mengapa guru Sains tidak menjalin kerja sama dengan guru ketrampilan?
Makanan ringan seperti chiken, indomie, cokelat, susu dan lain-lain, akrab dalam kehidupan siswa sehari-hari. Hampir semua makanan ringan menggunakan teknologi kemasan. Mengapa digunakan sebagai bahan penelitian? Penelitian tentang bahan makanan yang ada pada kemasan dapat menumbuh-kembangkan ketrampilan proses siswa. Penelitian ini pun dapat merubah pola makan jajan siswa, karena siswa telah mengetahui dan mampu membedakan mana yang sehat, seimbang dan bergizi bagi tubuhnya.
Sementara, dalam kehidupan sekarang siswa bayak dihadapkan pada ragam jenis dan produk teknologi yang dijumpai, dimanfaatkan maupun dinikmati. Mereka akrab dengan radio, TV, Video, CD, kulkas/freezer, kodak dan lain-lain. Mengapa tidak kita gunakan sebagai media dalam pembelajaran? Video, VCD dan komputer dalam pembelajaran misalnya, dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengejaran (Wong & Smith, 1995) dan seorang guru dalam meningkatkan perhatian, minat dan motivasi belajar karena mampu menampilkan gambar animasi, suara dan lain sebagainya (...and Brook, 1996). Selain itu digunakan sebagai alat bagi siswa dalam mengajarkan konsep-konsep. Siswa pun dapat melakukan melalui latihan/driil soal-soal secara berulang-ulang.
Salah satu kelemahannya adalah banyak ditemukan di pasaran, kaset atau CD program pengajaran, pun kalau ada, instruksi yang ditampilkan seringkali complicated sehingga dibutuhkan kejelian untuk mengintegrasikan dalam pengajaran kelas. Inilah peluang bisnis para pengusaha, untuk kerja sama dengan para pakar pendidikan untuk menyediakan CD atau kaset yang berisi program pengajaran. Kelemahan yang lain adalah, masih banyak guru yang memiliki kemampuan teknologi rendah, sehingga perlu pembenahan SDM guru terutama yang menyangkut kemampuan penggunaan teknologi dalam pengajaran.
Akhirnya, upaya alih Sains dan Teknologi yang menjadi agenda bangsa dan telah diamanatkan kurikulum 2006 (KTSP), akan dapat tercapai secara optimal bila pengelola pendidikan (kepala, guru dan orang tua siswa) benar-benar berupaya secara sungguh-sungguh. Artinya, meskipun produk teknologi canggih penunjang KBM belum tersedia di sekolah, para guru tetap berupaya memberikan bekal kemampuan/kompetensi teknologi kepada siswa-siswi. Semoga.

Lanjutkan ... → KTSP dan Agenda Pendidikan Teknologi

Contoh Eksplorasi, Elaborasi, Konfirmasi

Berikut disajikan contoh kegiatan pembelajaran yang termasuk dalam eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Silahkan cari lagi dan tambahkan untuk membantu teman-teman guru lain ...

a. Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi guru:
1. Memberikan stimulus berupa pemberian materi oleh guru mengenai cara membaca dan membuat data dalam bentuk tabel (daftar), cara membaca dan membuat data dalam bentuk diagram.
2. Mendiskusikan materi bersama siswa (Buku : Bahan Ajar Matematika Pariwisata mengenai cara membaca dan membuat data dalam bentuk tabel (daftar), cara membaca dan membuat data dalam bentuk diagram.
3. Memberikan kesempatan pada peserta didik mengkomunikasikan secara lisan atau mempresentasikan mengenai cara membaca dan membuat data dalam bentuk tabel (daftar), cara membaca dan membuat data dalam bentuk diagram berhubungan dengan penyelesaian suatu soal.
4. Melibatkan peserta didik dalam membahas contoh dalam Buku : Bahan Ajar Matematika Pariwisata mengenai cara membaca dan membuat data dalam bentuk tabel (daftar), cara membaca dan membuat data dalam bentuk diagram..
………………….

b. Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi guru:
1. Membiasakan peserta didik membaca dan membuat data dalam bentuk tabel atau diagram.
2. Menerjemahkan peta undangan, poster dan lain sebagainya
3. Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas mengerjakan latihan soal yang ada pada buku ajar matematika pariwisata untuk dikerjakan secara individual.

c. Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi guru:
1. Memberikan umpan balik pada peserta didik dengan memberi penguatan dalam bentuk lisan pada peserta didik yang telah dapat menyelesaikan tugasnya.
2. Memberi konfirmasi pada hasil pekerjaan yang sudah dikerjakan oleh peserta didik melalui sumber buku lain.
3. Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang sudah dilakukan
4. Memberikan motivasi kepada peserta didi yang kurang dan belum bisa mengikuti dalam materi mengenai cara membaca dan membuat data dalam bentuk tabel (daftar), cara membaca dan membuat data dalam bentuk diagram..


Lanjutkan ... → Contoh Eksplorasi, Elaborasi, Konfirmasi

Eksplorasi, Elaborasi, Konfirmasi …?

Saat ini guru dianjurkan untuk membuat RPP dan silabus yang menggunakan fase-fase eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Namun belum banyak yang memahami, oleh karena itu posting berikut ini disajikan sedikit pengertian tentang eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.

Eksplorasi
Eksplorasi adalah upaya awal membangun pengetahuan melalui peningkatan pemahaman atas suatu fenomena (American Dictionary). Strategi yang digunakan memperluas dan memperdalam pengetahuan dengan menerapkan strategi belajar aktif.
Pendekatan pembelajaran yang berkembang saat ini secara empirik telah melahirkan disiplin baru pada proses belajar. Tidak hanya berfokus pada apa yang dapat siswa temukan, namun sampai pada bagaimana cara mengeksplorasi ilmu pengetahuan. Istilah yang populer untuk menggambarkan kegiatan ini ialah “explorative learning”. Konsep ini mengingatkan kita pada pernyataan Lao Tsu, seorang filosof China yang menyatakan “I hear and I forget. I see and I remember. I do and I understand.”
Jaringan komputer pada saat ini telah dikembangkan menjadi media yang efektif sebagai penunjang efektifitas pelaksanaan pembelajaran eksploratif. Salah satu model yang dikembangkan oleh Heimo adalah Architecture of Integrated Information System sebagai model terintegrasi yang menggambarkan kompleksnya proses pembelajaran yang efektif dan interaktif.
Pendekatan belajar yang eksploratif tidak hanya berfokus pada bagaimana mentransfer ilmu pengetahuan, pemahaman, dan interpretasi, namun harus diimbangi dengan peningkatan mutu materi ajar. Informasi tidak hanya disusun oleh guru. Perlu ada keterlibatan siswa untuk memperluas, memperdalam, atau menyusun informasi atas inisiatifnya. Dalam hal ini siswa menyusun dan memvalidasi informasi sebagai input bagi kegiatan belajar (Heimo H. Adelsberger, 2000).
Peta Konsep yang dikembangkan oleh Laurillard (2002) dalam tulisan Heimo menunjukan kompleksitas kegiatan eksplorasi dalam proses pembelajaran yang mengharuskan adanya proses dialog yang (1) interaktif (2) adaptif, interaktif dan reflektif (3) menggambarkan tingkat-tingkat penguasaan pokok bahasan (4) menggambarkan level kegiatan yang berkaitan dengan meningkatkan keterampilan menyelesaikan tugas sehingga memeperoleh pengalaman yang bermakna. Ada pun konsep tersebut dapat disajikan seperti diagram di bawah ini :
Pendekatan eksploratif berkembang sebagai pendekatan pembelajaran dalam bidang lingkungan atau sains. Sylvia Luretta dari Fakultas Pendidikan Queensland misalnya, mengintegrasikan pendekatan ini dengan lima faktor yang menyebabkan kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna, yaitu belajar aktif, belajar konstruktif, belajar intens, belajar otentik, dan kolaboratif yang menegaskan pernyataan bahwa pembelajaran eksploratif lebih menekankan pada pengalaman belajar daripada pada materi pelajaran.
Dari pengalaman menggunakan model kooperatif dan kolaboratif dalam praktek pembelajaran pengelolaan kelas ternyata mampu meningkatkan kinerja belajar siswa dalam melakukan langkah-langkah eksploratif.
Model pembelajaran ini dapat dikembangkan melalui bentuk pertanyaan. Seperti yang dikatakan oleh Socrates bahwa pertanyaan yang baik dapat meningkatkan motivasi siswa untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan lebih mendalam.
Eksplorasi merupakan proses kerja dalam memfasilitasi proses belajar siswa dari tidak tahu menjadi tahu. Siswa menghubungkan pikiran yang terdahulu dengan pengalaman belajarnya. Mereka menggambarkan pemahaman yang mendalam untuk memberikan respon yang mendalam juga. Bagaimana membedakan peran masing-masing dalam kegiatan belajar bersama. Mereka melakukan pembagian tugas seperti dalam tugas merekam, mencari informasi melalui internet serta memberikan respon kreatif dalam berdialog.
Di samping itu siswa menindaklanjuti penelusuran informasi dengan membandingkan hasil telaah. Secara kolektif, mereka juga dapat mengembangkan hasil penelusuran informasi dalam bentuk grafik, tabel, diagram serta mempresentasikan gagasan yang dimiliki.
Pelaksanaan kegiatan eksplorasi dapat dilakukan melalui kerja sama dalam kelompok kecil. Bersama teman sekelompoknya siswa menelusuri informasi yang mereka butuhkan, merumuskan masalah dalam kehidupan nyata, berpikir kritis untuk menerapkan ilmu yang dimiliki dalam kehidupan yang nyata dan bermakna.
Melalui kegiatan eksplorasi siswa dapat mengembangkan pengalaman belajar, meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan serta menerapkannya untuk menjawab fenomena yang ada. Siswa juga dapat mengeksploitasi informasi untuk memperoleh manfaat tertentu sebagai produk belajar.

Elaborasi
Kognitivisme memiliki beberapa cabang ilmu, di antaranya teori asimilasi, atribusi, pertunjukkan komponen, elaborasi, mental model, dan pengembangan kognitif. Teori elaborasi adalah teori mengenai desain pembelajaran dengan dasar argumen bahwa pelajaran harus diorganisasikan dari materi yang sederhana menuju pada harapan yang kompleks dengan mengembangkan pemahaman pada konteks yang lebih bermakna sehingga berkembang menjadi ide-ide yang terintegrasi. Pengertian ini dirumuskan Charles Reigeluth dari Indiana University dan koleganya pada tahun 1970-an. Konsep ini memiliki tiga kata kunci yang fokus pada urutan elaborasi konsep, elaborasi teori, dan penyederhanaan kondisi.
Pembelajaran dimulai dari konsep sederhana dan pekerjaan yang mudah. Bagaimana mengajarkan secara menyeluruh dan mendalam, serta menerapkan prinsip agar menjadi lebih detil. Prinsipnya harus menggunakan topik dengan pendekatan spiral. Sejumlah konsep dan tahapan belajar harus dibagi dalam “episode belajar”. Selanjutnya siswa memilih konsep, prinsip, atau versi pekerjaan yang dielaborasi atau dipelajari.
Pendekatan elaborasi berkembang sejalan dengan tumbuhnya perubahan paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa sebagai kebutuhan baru dalam menerapkan langkah-langkah pembelajaran. Dari pikiran Reigeluth lahirlah desain yang bertujuan membantu penyeleksian dan pengurutan materi yang dapat meningkatkan pecapaian tujuan. Para pendukung teori ini juga menekankan pentingnya fungsi-fungsi motivator, analogi, ringkasan, dan sintesis yang membantu meningkatkan efektivitas belajar. Teori ini pun memberikan perhatian pada aspek kognitif yang kompleks dan pembelajaran psikomotor. Ide dasarnya adalah siswa perlu mengembangkan makna kontekstual dalam urutan pengetahuan dan keterampilan yang berasimilasi.
Menurut Reigeluth (1999), teori elaborasi mengandung beberapa nilai lebih, seperti di bawah ini.
• Terdapat urutan instruksi yang mencakup keseluruhan sehingga memungkinkan untuk meningkatkan motivasi dan kebermaknaan.
• Memberi kemungkinan kepada pelajar untuk mengarungi berbagai hal dan memutuskan urutan proses belajar sesuai dengan keinginannya.
• Memfasilitasi pelajar dalam mengembangkan proses pembelajaran dengan cepat.
• Mengintegrasikan berbagai variabel pendekatan sesuai dengan desain teori.
Teori elaborasi mengajukan tujuh komponen strategi yang utama, (1) urutan elaborasi (2) urutan prasyarat belajar (3) ringkasan (4) sintesis (5) analogi (6) strategi kognitif, dan (7) kontrol terhadap siswa. Komponen terpenting yang melandasi semua itu adalah perhatian.
Semua stratregi itu harus berlandaskan pada materi dalam bentuk konsep, prosedur, dan prinsip. Hal itu terkait erat dengan proses elaborasi yang berkelanjutan, melibatkan siswa dalam pengembangan ide atau keterampilan dalam aplikasi praktis. Strategi ini memungkinkan siswa untuk menambahkan sendiri ide dalam menguatkan pengetahuannya. Contoh yang tepat untuk ini adalah peserta didik yang memiliki daftar contoh konsep atau sifat yang dapat bermanfaat.

Konfirmasi
Kebenaran ilmu pengetahuan itu relatif. Sesuatu yang saat ini dianggap benar bisa berubah jika kemudian ditemukan fakta baru yang bertentangan dengan konsep tersebut. Oleh karena itu, sikap keilmuan selalu terbuka dalam memperbaiki pengetahuan sebelumnya berdasarkan penemuan terbaru. Sikap berpikir kritis dan terbuka seperti itu telah membangun sikap berpikir yang apriori, yaitu tidak meyakini sepenuhnya yang benar saat ini mutlak benar atau yang salah mutlak salah. Semua dapat berubah.
Cara berpikir seperti itu tercermin dalam istilah mental model yang mendeskripsikan sikap berpikir seseorang dan bagaimana pikirannya berproses dalam kehidupan nyata. Hal tersebut merepresentasikan proses perubahan sebagai bagian dari persepsi intuitif. Mental model itu membantu seseorang dalam mendefinisikan maupun menetapkan pendekatan untuk memecahkan masalah (wikipedia). Dengan sikap berpikir seperti itu siswa dapat mengembangkan, mengembangkan ulang, dan menggugurkan pengetahuannya jika telah menemukan kebenaran yang lain.
Mental model itu juga dapat melahirkan keraguan terhadap informasi yang diperolehnya. Untuk meningkatkan keyakinan akan kebenaran maka siswa dapat difasilitasi dalam mengembangkan model struktur sseperti pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi atau klarifikasi.
Model ini dapat dinyatakan dalam diagram seperti tertuang di bawah ini meliputi enggage, explore, explain, extend, dan berpusat pada pengembangan kemampuan mengevaluasi sebagaimana yang dikembangkan Anthony W. Lorsbach dari Universitas Illinois sebagai berikut
Saya perlu mengetahui lebih banyak mengenai……..
Saya ragu mengenai ….
Saya tidak yakin bahwa …..
Saya perlu memahami lebih dan menerapkan …….
Dalam prakteknya guru meningkatkan kemampuan ini melalui pengembangan materi. Baik mengenai hal apa yang ingin diketahui siswa lebih jauh, seperti apa tingkat pemahaman dan penguasaan yang ingin dikembangkan dan keraguan apa yang melekat dalam pemahaman tersebut.
Sikap keraguan itu perlu dijawab dengan mengkonfirmasikan terhadap unsur-unsur yang dapat meningkatkan kejelasan atas kebenaran suatu informasi. Siswa melakukan uji kesahihan apakah informasi yang dijadikan landasan kesimpulan itu benar-benar kuat.
Penguatan itu sendiri diperoleh melalui kegiatan eksplorasi melalui perluasan pengalaman, elaborasi melalui sharing dan observation, proses dan genaralisasi dan akhirnya siswa menerapkan pembelajaran yang berstandar dengan merujuk pada paradigma kognitifisme.

Lanjutkan ... → Eksplorasi, Elaborasi, Konfirmasi …?

Salingtemas dalam Pembelajaran IPA

Pembelajaran sains seharusnya dapat dikaitkan dengan bidang teknologi khususnya produk teknologi dan pengaruhnya terhadap perubahan pola hidup masyarakat serta implikasinya terhadap lingkungan sebagai akibat dari kemajuan teknologi.
Bagaimanakah hubungan antara sains, teknologi, dan masyarakat dalam pengajaran sains? Pendekatan apa yang bisa dilakukan untuk mengemas ketiganya menjadi materi pengajaran sains di sekolah?

Pendekatan sains, teknologi dan masyarakat (STM) atau biasa juga di Indonesia disebut dengan Salingtemas (sains-lingkungan-teknologi-masyarakat) mulai berkembang pada dasarwarsa 70-an, sebagai reaksi dari pola pengajaran sains post-Sputnik. Titik penekanan dari pola ini adalah mengembangkan hubungan antara pengetahuan ilmiah siswa dengan pengalaman keseharian mereka. Paling tidak terdapat dua konteks dalam pedekatan STM ini.
Konteks pertama adalah interaksi sehari-hari siswa dengan dunia sekitarnya. Suatu pengetahuan ilmiah yang luas akan memperkaya kehidupan individu, juga membuat berbagai pengalaman untuk diinterpretasi pada tahap yang berbeda. Pengembaraan di kebun atau hutan misalnya, akan memperoleh suatu pengalaman yang lain bila si pengembara/siswa tersebut memiliki pengetahuan biologi dan geologi. Berhubungan dengan hal ini juga adalah ketika pengetahuan ilmiah digunakan dalam menyelesaikan masalah praktis yang bisa muncul kapan saja di sekitar rumah tangga, seperti memperbaiki mainan atau peralatan listrik yang rusak.
Namun, hal ini sudah lama disadari bahwa jika guru ingin siswanya mampu melakukan aplikasi pengetahuan ilmiah, maka latihan yang diberikan untuk hal itu harus lebih banyak. Untuk kebanyakan siswa, hal ini tidak datang secara alami, dan pengetahuan serta ketrampilan yang dipelajari di kelas sains biasanya disimpan dalam “kotak ingatan” yang berbeda dengan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Cakupan Luas
Konteks yang kedua melibatkan cakupan yang lebih luas antara sains melalui teknologi terhadap masyarakat, dengan tujuan ini pengajaran sains bergerak keluar dari sekedar pengajaran sains di kelas. Berbagai materi mulai dari dampak pencemaran udara terhadap lingkungan seperti efek rumah kaca yang berlanjut ke hujan asam, pemanasan global dan perubahan iklim dipelajari di kelas sains. Ruang lingkup STM lebih luas dari sekedar komponen sains dari hal tersebut, namun ke segala hal detil yang mempengaruhi kelangsungan hidup umat manusia secara keseluruhan. Pada pola ini pemahaman sains harus benar-benar dipahami dan ini melibatkan pengajaran sains pada tahapan yang lebih tinggi. Sehingga hal ini akan memberikan tantangan yang berarti bagi guru sains di kelas untuk menyesuaikan diri terhadap pembahasan permasalahan yang diulas dengan taraf pengetahuan siswa.
Pembahasan berbagai permasalahan STM akan membawa kepada pemahaman hal apa yang perlu dilakukan untuk menangani atau mencegah hal tersebut terjadi serta faktor apa saja yang terlibat atau tidak terhadap masalah tersebut membawa berbagai pengetahuan dan kepercayaan di luar pengajaran sains, dan hal nilah yang harusnya diintregrasikan dalam pengetahuan ilmiah. Para siswa diharapkan untuk dapat mulai melihat bahwa walaupun pengetahuan ilmiah berada di belakang permasalahan tersebut namun hal itu tidaklah cukup, diharapkan siswa melakukan tindakan bijak sebagai anggota masyarakat dalam memelihara kelestarian alam. Sehingga siswa belajar menyadari beberapa hal keterbatasan dalam sains yang merupakan bekal berarti bagi kehidupannya.
Pendekatan Lain
Pendekatan sikap dan nilai ilmiah dapat dibedakan dapat dilakukan dalam dua penekanan yang berbeda. Yang pertama melibatkan usaha untuk mengembangkan berbagai sikap tersebut yang dilihat sebagai sifat-sifat ilmuwan yang bila dikembangkan akan membantu siswa menyelesaikan persoalan sejenis seperti halnya ilmuwan menyelesaikannya.
Beberapa sikap tersebut diantaranya adalah :
 Mengetahui butuhnya bukti sebelum membuat klaim pengetahuan
 Mengetahui butuhnya berhati-hati ketika melakukan interpretasi pada hasil percobaan/pengamatan
 Kemauan untuk mempertimbangkan interpretasi lain yang juga masuk akal
 Kemauan untuk melakukan aktivitas percobaan secara hati-hati
 Kemauan untuk mengecek bukti dan interpretasinya
 Mengakui keterbatasan penyelidikan secara ilmiah
Penekanan yang kedua adalah mengembangkan sikap-sikap khusus terhadap alam sekitar, mata pelajaran selain sains ataupun dasar untuk karir masa depan seperti halnya sikap terhadap sains.
Berbagai sikap tersebut seperti:
 Rasa ingin tahu tentang alam fisik dan biologis dan bagaimana hal itu bekerja
 Kesadaran bahwa sains dapat menyumbangkan hal untuk mengatasi masalah individu ataupun global
 Suatu antusiasme terhadap pengetahuan ilmiah dan metodanya
 Suatu pengakuan bahwa sains adalah aktivitas manusia bukan sesuatu yang mekanis
 Suatu pengakuan pentingnya pemahaman ilmiah dalam dunia yang modern
 Suatu kenyataan bahwa pengetahuan ilmiah bisa digunakan untuk maksud baik maupun jahat
 Suatu pemahaman hubungan antara sains dan bentuk aktivitas manusia lainnya
 suatu pengakuan bahwa pengetahuan dan pemahaman sains berbeda dengan yang dilakukan sehari-hari
Berbagai sikap di atas secara jelas berhubungan dengan sains, dan akan berpotensi terus berkembang khususnya ketika siswa terlibat dalam pelajaran sains di sekolah. Namun, terdapat juga sikap-sikap positif lainnya yang mana seorang guru sains dapat juga meneguhkan dan memperkuatnya seperti rasa tanggung jawab, kesediaan untuk bekerja sama, toleransi, rasa percaya diri, menghargai orang lain, kebebasan, dapat dipercaya dan kejujuran intelektual.
Pengembangan sikap-sikap ini biasanya merupakan konsekwensi tidak langsung dari seluruh pengalaman di sekolah maupun di dunia luar. Tidak seorang guru pun atau sekumpulan kegiatan yang akan bertanggung jawab terhadap sikap siswa terhadap sains. Penelitian dalam pendidikan misalnya, menunjukkan betapa kuatnya pengaruh hidden curriculum dibanding isi materi kurikulum terhadap cara pandang siswa terhadap dirinya, guru, sekolah maupun proses pendidikan. Namun, walaupun perubahan sikap adalah hal yang lambat dibanding pertambahan pengetahuan dan pengurukannya juga sulit dilakukan, hal ni tidak menjadikan bahwa hal itu tidak perlu dilakukan.
Pendekatan sifat alamiah dari sains adalah pendekatan yang membawa berbagai implikasi yang terkesan rumit baik bagi siswa maupun guru. Siswa yang belajar di kelas yang paling tidak mendapat tiga mata pelajaran sains (biologi, fisika dan kimia) akan berhadapan dengan beragam guru sains yang juga beragam sikap dan pandangannya tentang sains. Hal ini berpotensi untuk menimbulkan kebingungan siswa, sudut pandang guru yang mana yang memang lebih tepat? Cara yang lebih baik adalah dengan mengakui adanya keberagaman pandangan tentang sains dan kesulitannya mencari suatu konsensus, untuk kemudian mendiskusikan kekuatan dan kelemahan berbagai pandangan tersebut. Salah satu cara yang telah diterapkan adalah dengan pendekatan sejarah dan filsafat sains (History and Philosophy of Science) yaitu dimana siswa terlibat dalam mempelajari dan menganalisa sebab-sebab historis dimana prestasi sains berlangsung.
Sisi Manusiawi
Satu hal yang akan menjadi sulit pada pendekatan ini adalah ketidaksetujuan diantara para ilmuwan. Berbagai penemuan baru dan aplikasinya akan diperdebatkan antara ilmuwan, misalnya tentang system klasifikasi mahluk hidup, usulan bagi suatu tindakan terhadap berbagai masalah medis atau lingkungan yang bisa melibatkan kepentingan seluruh umat manusia di bumi. Pandangan sains secara tradisional sedikit menempatkan pertentangan ini lebih-lebih untuk siswa sekolah, namun pandangan lebih modern hal ini menjadi sesuatu yang tak terpisahkan. Sehingga hal-hal yang diperdebatkan baik hal tersebut masalah ilmiah atau sistem nilai adalah hal yang berguna untuk didiskusikan.
Berbagai fokus tersebut menggambarkan pentingnya sisi manusiawi dari sains. Biasanya siswa melihat sains sebagai suatu yang mekanis: para ilmuwan mengikuti sejumlah metoda untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Profil ilmuwan pun biasa digambarkan sebagai orang (biasanya laki-laki) yang berjas putih, serius dan melakukan tugas yang menjemukan. Kenyataannya, hal ini bisa menjadikan banyak siswa justru menghindari pelajaran sains atau menghindari profesi masa depan karir sebagai ilmuwan. Studi kasus sejarah juga dapat digunakan berbagai hal yang berkaitan.
Pendekatan kecakapan individu dan sosial adalah mengembangkan potensi siswa yang juga penting. Sains bukanlah berada dalam suatu posisi yang unik yang memberikan sumbangan terhadap perkembangan kecapakan ini, namun banyak pihak berpendapat bahwa semua guru harus mengembangkan kemampuan individu siswa seperti ketekunan, maupun kecakapan sosial seperti kerja sama. Jika anda sebagai guru mempercayainya, maka hal tersebut akan terlihat dari metoda mengajar yang anda dipraktekkan.

Lanjutkan ... → Salingtemas dalam Pembelajaran IPA

Antagonistik Pendidikan Indonesia

Sering kita mendengar bahwa kualitas pendidikan negara kita sangat rendah. Salah satu indikator ketikdakberhasilan ini ditunjukan antara lain dari nilai hasil UN siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA dan tidak ada kenaikan berarti. Bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif kecil. Sistem pendidikan yang selama ini diterapkan dikatakan belum mampu menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing dipasar bebas. Buktinya, dalam berbagai lomba akademis di tingkat regional dan internasional misalnya, hampir dapat dipastikan siswa-siswi kita sukar untuk berprestasi secara optimal.

Secara obyektif diakui “siswa-siswi kita pernah berprestasi di forum Asian Physics Olympiads (Apho) ke-2 di Taiwan. Akan tetapi dalam forum yang luas, kita lebih banyak kalah daripada menangnya.di forum Internasional Mathematic Olympic (IMO) misalnya, delegasi kita belum pernah meraih prestasi memadai. Begitu pula pada forum The Third International Mathematics and Science Study (TIMS). Dari puluhan ribu siswa usia 13 tahunan (siswa setingkat SLTP) dari 42 negara, prestasi kita menempati rangking 39 dari 42 negara untuk bidang studi matematika. Sedangkan untuk IPA/sains, kita berada pada rangking 40 dari 42 negara. Prestasi siswa-siswi kita masih kalah dengan Singapura, Malaysia dan bahkan satu peringkat di bawah Vietnam. Pokoknya banyak sekali bukti-bukti yang mendukung dan membenarkan penilaian tentang rendahnya mutu pendidikan kita.
Berbeda bila kita melihat kenyataan di lapangan, maka akan timbul keraguan terhadap penilaian di atas. Kalau memang mutu pendidikan kita rendah, mengapa tingkat kenaikan di kelas dan kelulusan di sekolah-sekolah kita tetap tinggi. Meskipun prestasi belajar siswa sangat rendah, mengapa akhirnya mereka harus naik kelas. Meskipun nilai UN siswa dikatan sangat memprihatinkan, mengapa tetap saja diluluskan.
Kita semua mafhum bahwa setiap guru mengetahui tentang teori evaluasi dalam proses belajar mengajar. Tetapi dalam prakteknya, semua itu dikesampingkan dalam membuat keputusan kenaikan kelas. Pendekatan acuan norma (norm reference) serta acuan patokan (criterion reference) yang mestinya digunakan ternyata ditabukan karena bila hal itu dipakai, maka akan didapati banyak siswa-siswi kita yang tidak naik kelas dan tidak lulus. Sehinga dengan alasan kemanusiaan, guru dan Kepala Sekolah berusaha menaikan kelas dan meluluskan ujian sebanyak mungkin siswa, tanpa memperhatikan kemampuan nyata yang dimiliki siswa. Nilai prestasi siswa juga banyak yang dipalsu dan dimanipulasi. Rumus “akal-akalan” pun dibuat agar siswa dapat naik kelas dan lulus ujian tanpa hambatan. Dengan metode seperti ini, meski NEM matematika dan fisika tiga, atau nilai SKI dan Bahasa Arab empat siswa dapat dinaikkan atau diluluskan.
Semua ini terjadi karena sistem pendidikan di negara kita yang mengkondisikan demikian. Ada aturan yang tersirat bahwa angka kelulusan di sekolah harus mendekati seratus persen. Bila tidak, guru akan dimarahi kepala sekolah karena dinilai tidak mampu mengajar. Selanjutnya kepala sekolah dimarahi pengawas karena tidak dapat memimpin dan pengawas pun dimaarahi pejabat di atasnya karena tidak menjalankan tugas kewenangannya dalam mengawasi, membina dan membimbing, dan begitulah seterusnya.
Sebenarnya sistem, metoda dan pendekatan tentang kenaikan kelas dan kelulusan ujian siswa seperti ini bersifat antagonistik dengan usaha meningkatakan kulaitas pendidikan. Di satu sisi, kita menggembar-gemborkan tentang perlunya meningkatkan mutu pendidikan bangsa kita. Akan tetapi langkah-langkah yang kita tempuh secara tidak sadar justru menghambat upaya peningkatan kualiatas tersebut. Semua ini terjadi karena budaya kita yang selalu ingin membahagiakan atasan, sehingga profesionalisme seakan terabaikan. Akibatnya, cara apapun dilakukan demi menjaga nama baik, dan tidak dimarahi atasan.
Salah kaprah ini harus segera diakhiri bila kita benar-benar ingin meningkatkan kualitas pendidikan. Kita harus berani mengambil resiko tentang banyaknya anak yang tinggal kelas atau tidak lulus dalam ujian. Padahal resiko ini sebenarnya dapat meningkatkan motivasi siswa untuk berprestasi. Jadi jangan lagi ada istilah “pasti naik kelas” ataupun “pasti lulus ujian”, jika sekolah kita tidak ingin diremehkan dan tidak ingin dianggap “sekolah gampangan”.
Kemudian budaya marah-marahi dari atasan terhadap bawahan juga harus segera ditinggalkan. Kita harus sadar bahwa setiap manusia, siapapun orangnya, setinggi apa jabatannya, pasti memiliki kelemahan di samping kemampuan. Jadi, janganlah kesalahan dijadikan kambing hitam atas kegagalan. Dan, jangan pula jabatan dijadikan alat untuk menekan dan ataupun untuk menutupi kelemahan karena ketidakmampuan. Karena pejabat yang arif adalah mereka yang selalu mendengar saran, adil dalam menentukan keputusan dan selalu meningkatkan kemampuan. Sehingga tidak hanya datang dan tanda tangan serta menyerahkan sepenuhnya kepada bawahan. Tetapi datanglah dengan wejangan-wejangan pengetahuan dan pengalaman.
Semoga ini bisa dijadikan sebagai dasar renungan, cambuk untuk menggali pengetahuan dan meningkatkan kemampuan bagi kita guru dan karyawan Tata Usaha, Kepala Sekolah, pengawas dan lainnya. Pokoknya semua atasan dan bawahan yang terlibat dalam dunia pendidikan.

Lanjutkan ... → Antagonistik Pendidikan Indonesia

Menjadi Guru Yang Kreatif dan Inovatif

Guru berasal dari bahasa Sansekerta, Gu : gelap, Ru : menghilangkan , jadi artinya menghilangkan kegelapan. Guru adalah agen pembelajar. Pembelajaran akan berlangsung apabila ada guru dan siswa. Guru mempunyai peran yang cukup besar di dalam memotivasi, memberikan contoh ide-ide kreatif di dalam proses pembelajaran kepada peserta didik.

Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang bisa membuka wawasan, kreatifitas dan pola berpikir mandiri kepada peserta didik. Konsep pembelajaran yang mengacu pada teoritis dan hafalan saja akan membosankan. Siswa akan gampang lupa, terhadap apa yang baru dihafalkan.

Konsep pembelajaran yang kreatif dan inovatif adalah gaya pembelajaran yang memadukan teoritis, penerapan dalam kehidupan sehari-hari dan peduli terhadap kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh masayarakat. Jadi selain berguna bagi pengembangan ilmu itu sendiri, juga paling tidak bias membantu memecahkan permasalahan yang ada di masyarakat. Dengan pembelajaran yang kreatif dan inovatif siswa mempunyai pengalaman belajar dan life skill yang akan dibawanya sebagai bekal hidup.

Contoh pembelajaran kreatif adalah : sosio drama, praktikum, studi lapangan, studi kasus, kunjungan ilmiah ke perusahaan atau instansi pemerintah. Dengan pembelajaran seperti ini anak didik tidak muda lupa, sehingga kalau ada masalah , siswa akan mampu memecahkannya, karena dia sudah mengalaminya dengan praktek. Simak saja misalnya pada waktu terjadi Tsunami di Aceh tahun 2006 lalu. Pada saat terjadi menjelang Tsunami dimana terjadi gempa dan laut menjadi surut, tiba-tiba orang berdatangan sibuk mengambil ikan, karena lautnya surut, bukanya mempersiapkan diri karena akan terjadi gelombang pasang yang dasyat untuk menyelamatkan diri. Hal ini semata-mata karena ketidaktahuan mereka akan Tsunami, ini tidak terlepas dari system belajar mereka dulu, yang hanya menghafal.. Coba kalau pembelajaran Geografi tentang Tsunami dibuat dengan metode sosiodrama, mungkin kejadianya akan lain, ilmu akan tertanam lama dalam benak pikiran siswa, sehingga apabila ada gejala gempa yang berpotensi untuk Tsunami, maka mereka akan bisa menyelamatkan diri, bahakan menyelamatkan orang lain dengan cara memberitahukan kepada orang lain

Pendidikan yang berhasil apabila mengkaitkan ilmu(sains), lingkungan dan masyarakat. Ambil contoh saja saya sebagai guru Biologi SMA, saya berusaha terus agar pembelajaran tidak membosankan,tapi menantang dan meyenangkan peserta didik. Misalnya pelajaran biologi ada 4 jam per minggu, yang 2 jam per minggu untuk praktikum. Dari yang saya amati selama 7 tahun mengajar siswa lebih bersemangat dan berminat dalam pelajaran biologi, ditandai dengan nilai biologi yang cukup bagus.

Saya akan memberikan contoh pembelajaran yang mengkaitkan ilmu, lingkungan dan masyarakat serta kreaatifitas. Siswa kita ajak ke pasar buah disana siswa akan melihat buah-buah yang tidak terjual akan mcepat sekali mengalami kerusakan (pencoklatan (browning),memar, mengekerut) sehingga tidak layak dijual, namun layak dikonsumsi. Buah yang tidak laku dijual namun layak konsumsi perlu mendapaatkan penanganan, antara lain bias diolah menjadi produk baru seperti wine. Nah tindakan ini akan menolong masyarakat, karena limbah buahnya terjual, sekaligus meningkatkan nilai ekonomi, dari buah yang tidak ada harganya.

Penulis pernah mengadakan survey ke pasar induk Kramatjati, Jakarta Timur. Limbah buah-buahan yang tidak laku dijual namun layak konsumsi bias mencapa 2 truk perhari., belum lagi pi pasar tradisonal, pedagang kakli lima. Berapa ton per hari buah yang tidak laku jual namun layak konsumsi ini beluk ditangani. Menurut Susanto dan Saneto (1994), bahwa kerusakan produk buah-buahan bias mencapai 35 – 40 % karena proses pemanenan, penanganan dan sistribusi.

Kesimpulanya pembelajaran kreatif dan inovatif dimulai dari sang guru sebagai motivator. Ide-ide kreatif bias datang dari mana saja, mulai dari hal-hal terkecil, yang dianggap orang remeh sekalipun. Selamat mencoba. Oleh: Yulianto, S.P.
Lanjutkan ... → Menjadi Guru Yang Kreatif dan Inovatif

Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Pembelajaran Berbasis E-Learning

Berkembangnya Teknologi Informasi dan Komunikasi memberi dampak terhadap berbagai sendi kehidupan, termasuk terhadap dunia pendidikan memberi pengaruh yang luar biasa.. Berbagai model pembelajaran dengan memanfaatkan komputer seperti: e-learning (electronic learning) Computer Assisted Instruction (CAI), Computer Based Instruction (CBI), dan e-teaching (electronic teaching).

Model pembelajaran tersebut memungkinkan dosen dan mahasiswa mencari bahan pembelajaran sendiri langsung dari situs di internet melalui komputer sebagai sumber belajar. Dengan memahami cara menggunakan komputer dosen dan mahasiswa dapat mengakses bahan pembelajaran melalui jaringan intra dan internet, dan melalui CD dapat mempelajari bahan pembelajaran secara interaktif dan menarik, tanpa harus didampingi oleh seorang dosen secara langsung.

Perkembangan teknologi internet memberikan nuansa sistem belajar jarak jauh yang lebih terbuka lagi. Sistem pembelajaran berbasis web yang populer dengan sebutan electronic learning (e-learning), web-based training (WBT) atau kadang disebut web-based education (WBE), kampus maya (Virtual Campus), m-learning (mobile learning), dan lain-lain. Keunggulan belajar jarak jauh yang ditawarkan oleh teknologi ini adalah akses ke sumber belajar semakin terbuka dan luas, cepat dan tidak terbatas pada ruang dan waktu. Kegiatan pembelajaran dapat dengan mudah dilakukan oleh dosen dan mahasiswa, kapan saja dan di mana saja dengan rasa nyaman dan menyenangkan. Batasan ruang, waktu dan jarak tidak lagi menjadi masalah rumit untuk dipecahkan. Melalui teknologi e-learning dosen dan mahasiswa bisa melakukan konferensi, diskusi, konsultasi secara elektronik (electronic conference) tanpa harus bertemu disuatu tempat.

Ada beberapa keunggulan pengembangan program pembelajaran melalui e-learning, yaitu :
1. Sangat dinamis, program pembelajaran e-learning dapat disajikan dalam berbagai format sajian yang menarik, atraktif dan interaktif.
2. Dioperasikan sepanjang waktu sehingga dosen dan mahasiswa dapat memperoleh informasi materi/bahan pembelajaran yang diperlukan disaat memerlukannya.
3. Belajar secara individual, setiap mahasiswa dapat memilih format atau model pembelajaran yang diinginkan dan yang lebih relevan dengan latar belakangnya setiap saat.
4. Bersifat komprehensip, menyediakan berbagai bentuk kegiatan pembelajaran dari berbagai sumber yang memungkinkan mahasiswa untuk memilih suatu format atau metode belajar dan latihan yang disediakan.

Dengan beberapa keunggulan di atas, pengembangan layanan pembelajaran berbasis e-learning untuk MKDP Kurikulum dan Pembelajaran di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) diharapkan akan dapat meningkatkan akses pemerataan dan meningkatkan mutu kinerja pembelajaran yang pada akhirnya dapat mempercepat masa studi mahasiswa dan dapat meningkatkan mutu lulusannya.
Di samping itu, ilmu dan teknologi berkembang sangat pesat, hal ini membawa implikasi terhadap penambahan bahan ajar yang harus disampaikan dosen kepada mahasiswa. Semantara itu waktu yang tersedia bagi dosen dan mahasiswa untuk bertatap muka di ruang kelas sangat terbatas. Hal ini mendorong perlu dikembangkan sistem pembelajaran yang dapat melayani mahasiswa dalam jumlah banyak, waktu yang diperlukan relatif sedikit, proses pembelajaran yang fleksibel, namun bahan ajar dapat diserap cukup efektif.

Mencermati perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya teknologi sistem pembelajaran jarak jauh (distance learning) yang memanfaatkan teknologi internet dengan pembelajaran berbasis e-learning-nya, dapat membantu memperpanjang waktu belajar mahasiswa meskipun tanpa harus didampingi oleh dosen secara fisik. Teknologi internet dapat menjadi terobosan yang efektif untuk mengatasi masalah hubungan antara dosen dan mahasiswa dalam mengolah informasi bahan perkuliahan. Program sajian bahan perkuliahan yang menarik, interaktif dan konstruktif dapat mendorong motivasi belajar yang kuat pada mahasiswa, sehingga mereka dapat memmahasiswainya kapan dan dimana saja.

Salah satu kebijakan dan program yang ditetapkan dalan rencana stategis (Renstra) Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2005-2010 adalah mengembangkan sistem belajar jarak jauh dengan memanfaatakan jaringan ICT yang infrastrukturnya telah dibangun di lingkungan kampus. UPI mentargetkan sebanyak 10 program studi yang memanfatkan jaringan ICT untuk menyelenggarakan perkuliahan dengan sistem e-learning.
Jaringan internet yang sudah dibangun di lingkungan kampus UPI baru merupakan infra struktur untuk pembelajaran berbasis e-learning, dan itu tidak akan berarti apa-apa tanpa disiapkan sumberdaya manusianya, baik sebagai pengembang bahan ajarnya, sebagai penyelenggara, maupun tenaga untuk riset dan pengembangannya.

Pembelajaran melalui e-learning menuntut dosen dan mahasiswa memiliki potensi Attitude, Creativity, Knowledge, dan Skill (ACKS). Agar dapat memanfaatkan teknologi internet dalam pembelajaran, dosen dan mahasiswa dituntut untuk memiliki sikap positif terhadap teknologi tersebut, memiliki kreativitas yang tinggi, memiliki pengetahuan yang memadai tentang teknologi informasi, dan memiliki keterampilan dalam menggunakan komputer dan alat teknologi informasi lainnya. Sekaitan dengan hal ini maka untuk menunjang pelaksanaan program pembelajaran berbasis e-learning ini perlu disiapkan sumber daya manusianya melalui program pelatihan e-learning.
Untuk menjamin kelancaran dan kesinambungan pelaksanaan program pembelajaran berbasis e-learning ini perlu dibangun sistem pelayanan operasional yang baik, sistem evaluasi dan monitoring serta riset dan pengembangan program yang kotinu. Untuk itu, perlu dibentuk suatu tim pengembang yang solid dan terkoordinasi yang terdiri dari pakar teknologi internet, pakar teknologi pendidikan dan pakar ICT.

Lanjutkan ... → Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Pembelajaran Berbasis E-Learning

Pembelajaran IPA, Harus Terpadu?

Pembelajaran terpadu dalam IPA dapat dikemas dengan TEMA atau TOPIK tentang suatu wacana yang dibahas dari berbagai sudut pandang atau disiplin keilmuan yang mudah dipahami dan dikenal peserta didik. Dalam pembelajaran IPA terpadu, suatu konsep atau tema dibahas dari berbagai aspek mata pelajaran dalam bidang kajian IPA.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar merupakan kurikulum hasil refleksi, pemikiran, dan pengkajian ulang dari kurikulum yang telah berlaku sebelumnya. Kurikulum baru ini diharapkan dapat membantu mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan di masa depan. Standar kompetensi dan kompetensi dasar diarahkan untuk memberikan keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam kondisi yang penuh dengan berbagai perubahan, persaingan, ketidakpastian, dan kerumitan dalam kehidupan. Kurikulum ini disusun untuk menciptakan tamatan yang kompeten, cerdas dalam membangun integritas sosial, serta mewujudkan karakter nasional.

Dalam implementasi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, telah dilakukan berbagai studi yang mengarah pada peningkatan efisiensi dan efektivitas layanan dan pengembangan sebagai konsekuensi dari suatu inovasi pendidikan. Sebagai salah satu bentuk efisiensi dan efektivitas implementasi kurikulum dikembangkan berbagai model implementasi kurikulum.

Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) sampai dengan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Model pembelajaran ini pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud, 1996:3). Pembelajaran ini merupakan model yang mencoba memadukan beberapa pokok bahasan (Beane, 1995:615).

Melalui pembelajaran IPA terpadu, peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna, otentik dan aktif. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para peserta didik. Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual akan menjadikan proses belajar lebih efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang relevan akan membentuk skema kognitif, sehingga anak memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar IPA, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan, dunia nyata dan fenomena alam hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu.

Pembelajaran terpadu dalam IPA dapat dikemas dengan TEMA atau TOPIK tentang suatu wacana yang dibahas dari berbagai sudut pandang atau disiplin keilmuan yang mudah dipahami dan dikenal peserta didik. Dalam pembelajaran IPA terpadu, suatu konsep atau tema dibahas dari berbagai aspek mata pelajaran dalam bidang kajian IPA. Misalnya tema lingkungan dapat dibahas dari sudut biologi, fisika, dan kimia. Pembahasan tema juga dimungkinkan hanya dari aspek biologi dan fisika, atau kimia dan biologi, atau fisika dan kimia saja. Dengan demikian melalui pembelajaran terpadu ini beberapa konsep yang relevan untuk dijadikan tema tidak perlu dibahas berulang kali dalam mata pelajaran yang berbeda, sehingga penggunaan waktu untuk pembahasannya lebih efisien dan pencapaian tujuan pembelajaran juga diharapkan akan lebih efektif.

Lanjutkan ... → Pembelajaran IPA, Harus Terpadu?

Planet X, Nibiru dan hubungannya dengan kiamat 2012

Sejak pencarian untuk Planet X dimulai pada awal abad ke 20, kemungkinan akan adanya planet hipotetis yang mengorbit Matahari dibalik Sabuk Kuiper telah membakar teori-teori Kiamat dan spekulasi bahwa Planet X sebenarnya merupakan saudara Matahari kita yang telah lama “hilang”.

Tetapi mengapa cemas duluan akan Planet X/Teori Kiamat ini? Bukankah Planet X tidak lain hanya merupakan obyek hipotetis yang tidak diketahui?

Teori-teori ini didorong pula dengan adanya ramalan suku Maya akan kiamat dunia pada tahun 2012 (Mayan Prophecy) dan cerita mistis Bangsa Sumeria tentang Planet Nibiru. Dan akhirnya kini keluar sebagai “ramalan kiamat” Desember 2012. Namun, bukti-bukti astronomis yang digunakan untuk teori-teori ini ternyata melenceng.

Pada 18 Juni kemarin, peneliti-peneliti Jepang mengumumkan berita bahwa pencarian teoretis mereka untuk sebuah massa besar di luar Tata Surya kita telah membuahkan hasil. Dari perhitungan mereka, mungkin saja terdapat sebuah planet yang sedikit lebih besar daripada sebuah obyek Plutoid atau planet kerdil, tetapi tentu lebih kecil dari Bumi, yang mengorbit Matahari dengan jarak lebih dari 100 SA.

Tetapi sebelum kita terhanyut pada penemuan ini, planet ini bukan Nibiru, dan bukan pula bukti akan berakhirnya dunia ini pada 2012. Penemuan ini penemuan baru dan merupakan perkembangan yang sangat menarik dalam pencarian planet-planet minor dibalik Sabuk Kuiper.

Dalam simulasi teoritis, dua orang peneliti Jepang telah menyimpulkan bahwa bagian paling luar dari Tata Surya kita mungkin mengandung planet yang belum ditemukan. Patryk Lykawa dan Tadashi Mukai dari Universitas Kobe telah mempublikasikan hasil penelitian mereka dalam Astrophysical Journal yang menjelaskan tentang planet minor yang mereka yakini berinteraksi dengan Sabuk Kuiper yang misterius itu.

Kuiper Belt Objects (KBOs)
Sabuk Kuiper menempati wilayah yang sangat luas di Tata Surya kita, kira-kira 30-50 SA dari Matahari, dan mengandung sejumlah besar obyek-obyek batuan dan metalik. Obyek terbesar yang diketahui adalah planet kerdil (Plutoid) Eris.

Telah lama diketahui bahwa Sabuk Kuiper memiliki karakteristik yang aneh, yang mungkin menandakan keberadaan sebuah benda (planet) besar yang mengorbit Matahari dibalik Sabuk Kuiper. Salah satu karakterikstik tersebut adalah yang disebut dengan “Kuiper Cliff” atau Jurang Kuiper yang terdapat pada jarak 50 SA.

Ini merupakan akhir dari Sabuk Kuiper yang tiba-tiba, dan sangat sedikit obyek Sabuk Kuiper yang telah teramati dibalik titik ini. Jurang ini tidak dapat dihubungkan terhadap resonansi orbital dengan planet-planet masif seperti Neptunus, dan tampaknya tidak terjadi kesalahan (error) pengamatan.

Banyak ahli astronomi percaya bahwa akhir yang tiba-tiba dalam populasi Sabuk Kuiper tersebut dapat disebabkan oleh planet yang belum ditemukan, yang mungkin sebesar Bumi. Obyek inilah yang diyakini Lykawka dan Mukai telah mereka perhitungkan keberadaannya.

Peneliti Jepang ini memprediksikan sebuah obyek besar, yang massanya 30-70 % massa Bumi, mengorbit Matahari pada jarak 100-200 SA. Obyek ini mungkin juga dapat membantu menjelaskan mengapa sebagian obyek Sabuk Kuiper dan obyek Trans-Neptunian (TNO) memiliki beberapa karakteristik orbital yang aneh, contohnya Sedna.

Awal Pencarian Planet X
Sejak ditemukannya Pluto pada tahun 1930, para astronom telah mencari obyek lain yang lebih masif yang dapat menjelaskan gangguan orbital yang diamati pada orbit Neptunus dan Uranus. Pencarian ini dikenal sebagai “Pencarian Planet X”, yang diartikan secara harfiah sebagai “pencarian planet yang belum teridentifikasi”.

Pada tahun 1980an gangguan orbital ini dianggap sebagai kesalahan (error) pengamatan. Oleh karena itu, pencarian ilmiah akan Planet X dewasa ini adalah pencarian untuk obyek Sabuk Kuiper yang besar atau pencarian planet minor.

Meskipun Planet X mungkin tidak akan sebesar massa Bumi, para peneliti masih akan tetap tertarik untuk mencari obyek-obyek Kuiper lain, yang mungkin seukuran Plutoid, mungkin juga sedikit lebih besar, tetapi tidak terlalu besar.

“The interesting thing for me is the suggestion of the kinds of very interesting objects that may yet await discovery in the outer solar system. We are still scratching the edges of that region of the solar system, and I expect many surprises await us with the future deeper surveys.” – Mark Sykes, Direktur Planetary Science Institute (PSI) di Arizona.

Planet X Tidak Menakutkan
Jadi darimana Nibiru ini berasal? Pada tahun 1976 sebuah buku kontroversial berjudul “The Twelfth Planet” atau “Planet Keduabelas” ditulis oleh Zecharian Sitchin. Sitchin telah menerjemahkan tulisan-tulisan kuno Sumeria yang berbentuk baji (bentuk tulisan yang diketahui paling kuno).

Tulisan berumur 6000 tahun ini mengungkapkan bahwa ras alien yang dikenal sebagai Anunnaki dari Planet yang disebut Nibiru, mendarat di Bumi. Ringkas cerita, Anunnaki memodifikasi gen primata di Bumi untuk menciptakan homo sapien sebagai budak mereka.

Ketika Anunnaki meninggalkan Bumi, mereka membiarkan kita memerintah Bumi ini hingga saatnya mereka kembali nanti. Semua ini mungkin tampak sedikit fantastis, dan mungkin juga sedikit terlalu detil jika mengingat semua ini merupakan terjemahan harfiah dari tulisan kuno berumur 6000 tahun.

Pekerjaan Sitchin ini telah diabaikan oleh komunitas ilmiah sebagaimana metode interpretasinya dianggap imajinatif. Meskipun demikian, banyak juga yang mendengar Sitchin, dan meyakini bahwa Nibiru (dengan orbitnya yang sangat eksentrik dalam mengelilingi Matahari) akan kembali, mungkin pada tahun 2012 untuk menyebabkan semua kehancuran dan terror-teror di Bumi ini.

Dari “penemuan” astronomis yang meragukan inilah hipotesa Kiamat 2012 Planet X didasarkan. Lalu, bagaimanakah Planet X dianggap sebagai perwujudan dari Nibiru?

Kemudian terdapat juga “penemuan katai coklat di luar Tata Surya kita” dari IRAS pada tahun 1984 dan “pengumuman NASA akan planet bermassa 4-8 massa Bumi yang sedang menuju Bumi” pada tahun 1933.

Para pendukung hipotesa kiamat ini bergantung pada penemuan astronomis ini sebagai bukti bahwa Nibiru sebenarnya adalah Planet X yang telah lama dicari para astronom selama abad ini.

Tidak hanya itu, dengan memanipulasi fakta-fakta tentang penelitian-penelitian ilmiah, mereka “membuktikan” bahwa Nibiru sedang menuju kita (Bumi), dan pada tahun 2012, benda masif ini akan memasuki bagian dalam Tata Surya kita, menyebabkan gangguan gravitasi.

Dalam pendefinisian yang paling murni, Planet X adalah planet yang belum diketahui, yang mungkin secara teoretis mengorbit Matahari jauh di balik Sabuk Kuiper.

Jika penemuan beberapa hari lalu memang akhirnya mengarah pada pengamatan sebuah planet atau Plutoid, maka hal ini akan menjadi penemuan luar biasa yang membantu kita memahami evolusi dan karakteristik misterius bagian luar Tata Surya kita.
Lanjutkan ... → Planet X, Nibiru dan hubungannya dengan kiamat 2012

Metode Pembelajaran Discovery (Penemuan)

Jika kita, para guru Sains mengharapkan siswa-siswi belajar secara aktif dan memperoleh pengetahuan dari penemuannya sendiri, maka kita perlu mempraktekkan model pembelajaran discovery (penemuan). Model pembelajaran ini dirancang agar siswa-siswi dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri.

Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.
Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan Bruner menyatakan bahwa anak harus berperan aktif didalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut discovery. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip.
Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan intruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya.
Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Blake et al. membahas tentang filsafat penemuan yang dipublikasikan oleh Whewell. Whewell mengajukan model penemuan dengan tiga tahap, yaitu: (1) mengklarifikasi; (2) menarik kesimpulan secara induksi; (3) pembuktian kebenaran (verifikasi).
Langkah-langkah pembelajaran discovery adalah sebagai berikut:
1. identifikasi kebutuhan siswa;
2. seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan;
3. seleksi bahan, problema/ tugas-tugas;
4. membantu dan memperjelas tugas/ problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing siswa;
5. mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan;
6. mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan;
7. memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan;
8. membantu siswa dengan informasi/ data jika diperlukan oleh siswa;
9. memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi masalah;
10.merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa;
11.membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata.
Beberapa keuntungan belajar discovery yaitu: (1) pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat; (2) hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya; (3) secara menyeluruh belajar discovery meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
Beberapa keunggulan metode penemuan juga diungkapkan oleh Suherman, dkk (2001: 179) sebagai berikut:
1. siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir;
2. siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat;
3. menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat;
4. siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks;
5. metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.
Selain memiliki beberapa keuntungan, metode discovery (penemuan) juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai.
Metode discovery (penemuan) yang mungkin dilaksanakan pada siswa SMP adalah metode penemuan terbimbing. Hal ini dikarenakan siswa SMP masih memerlukan bantuan guru sebelum menjadi penemu murni. Oleh sebab itu metode discovery (penemuan) yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode discovery (penemuan) terbimbing (guided discovery).

DAFTAR PUSTAKA
Suherman, dkk. (2001). Common TexBook Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung.

Lanjutkan ... → Metode Pembelajaran Discovery (Penemuan)

Lubang Hitam (Black Hole)

Abad ke-20 menyaksikan banyak sekali penemuan baru tentang peristiwa alam di ruang angkasa. Salah satunya, yang belum lama ditemukan, adalah Black Hole [Lubang Hitam]. Ini terbentuk ketika sebuah bintang yang telah menghabiskan seluruh bahan bakarnya ambruk hancur ke dalam dirinya sendiri, dan akhirnya berubah menjadi sebuah lubang hitam dengan kerapatan tak hingga dan volume nol serta medan magnet yang amat kuat.

Kita tidak mampu melihat lubang hitam dengan teropong terkuat sekalipun, sebab tarikan gravitasi lubang hitam tersebut sedemikian kuatnya sehingga cahaya tidak mampu melepaskan diri darinya. Namun, bintang yang runtuh seperti itu dapat diketahui dari dampak yang ditimbulkannya di wilayah sekelilingnya. Di surat Al Waaqi'ah, Allah mengarahkan perhatian pada masalah ini sebagaimana berikut, dengan bersumpah atas letak bintang-bintang:
Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui. (QS. Al Waaqi'ah, 56: 75-76)
Istilah "lubang hitam" pertama kali digunakan tahun 1969 oleh fisikawan Amerika John Wheeler. Awalnya, kita beranggapan bahwa kita dapat melihat semua bintang. Akan tetapi, belakangan diketahui bahwa ada bintang-bintang di ruang angkasa yang cahayanya tidak dapat kita lihat. Sebab, cahaya bintang-bintang yang runtuh ini lenyap. Cahaya tidak dapat meloloskan diri dari sebuah lubang hitam disebabkan lubang ini merupakan massa berkerapatan tinggi di dalam sebuah ruang yang kecil. Gravitasi raksasanya bahkan mampu menangkap partikel-partikel tercepat, seperti foton [partikel cahaya]. Misalnya, tahap akhir dari sebuah bintang biasa, yang berukuran tiga kali massa Matahari, berakhir setelah nyala apinya padam dan mengalami keruntuhannya sebagai sebuah lubang hitam bergaris tengah hanya 20 kilometer (12,5 mil)! Lubang hitam berwarna "hitam", yang berarti tertutup dari pengamatan langsung. Namun demikian, keberadaan lubang hitam ini diketahui secara tidak langsung, melalui daya hisap raksasa gaya gravitasinya terhadap benda-benda langit lainnya. Selain gambaran tentang Hari Perhitungan, ayat di bawah ini mungkin juga merujuk pada penemuan ilmiah tentang lubang hitam ini:
Maka apabila bintang-bintang telah dihapuskan (QS. Al Mursalaat, 77: 8)
Selain itu, bintang-bintang bermassa besar juga menyebabkan terbentuknya lekukan-lekukan yang dapat ditemukan di ruang angkasa. Namun, lubang hitam tidak hanya menimbulkan lekukan-lekukan di ruang angkasa tapi juga membuat lubang di dalamnya. Itulah mengapa bintang-bintang runtuh ini dikenal sebagai lubang hitam. Kenyataan ini mungkin dipaparkan di dalam ayat tentang bintang-bintang, dan ini adalah satu bahasan penting lain yang menunjukkan bahwa Al Qur'an adalah firman Allah:
Demi langit dan Ath Thaariq, tahukah kamu apakah Ath Thaariq? (yaitu) bintang yang cahayanya menembus. (QS. At Thaariq, 86: 1-3)
PULSAR: BINTANG BERDENYUT
Demi langit dan Ath Thaariq, tahukah kamu apakah Ath Thaariq? (yaitu) bintang yang cahayanya menembus. (QS. At Thaariq, 86: 1-3)
Kata "Thaariq," nama surat ke-86, berasal dari akar kata "tharq," yang makna dasarnya adalah memukul dengan cukup keras untuk menimbulkan suara, atau menumbuk. Dengan mempertimbangkan arti yang mungkin dari kata tersebut, yakni "berdenyut/berdetak," "memukul keras," perhatian kita mungkin diarahkan oleh ayat ini pada sebuah kenyataan ilmiah penting. Sebelum menelaah keterangan ini, marilah kita lihat kata-kata selainnya yang digunakan dalam ayat ini untuk menggambarkan bintang-bintang ini. Istilah "ath-thaariqi" dalam ayat di atas berarti sebuah bintang yang menembus malam, yang menembus kegelapan, yang muncul di malam hari, yang menembus dan bergerak, yang berdenyut/berdetak, yang menumbuk, atau bintang terang. Selain itu, kata "wa" mengarahkan perhatian pada benda-benda yang digunakan sebagai sumpah – yakni, langit dan Ath Thaariq.
Melalui penelitian oleh Jocelyn Bell Burnell, di Universitas Cambridge pada tahun 1967, sinyal radio yang terpancar secara teratur ditemukan. Namun, hingga saat itu belumlah diketahui bahwa terdapat benda langit yang berkemungkinan menjadi sumber getaran atau denyut/detak teratur yang agak mirip pada jantung. Akan tetapi, pada tahun 1967, para pakar astronomi menyatakan bahwa, ketika materi menjadi semakin rapat di bagian inti karena perputarannya mengelilingi sumbunya sendiri, medan magnet bintang tersebut juga menjadi semakin kuat, sehingga memunculkan sebuah medan magnet pada kutub-kutubnya sebesar 1 triliun kali lebih kuat daripada yang dimiliki Bumi. Mereka lalu paham bahwa sebuah benda yang berputar sedemikian cepat dan dengan medan magnet yang sedemikian kuat memancarkan berkas-berkas sinar yang terdiri dari gelombang-gelombang radio yang sangat kuat berbentuk kerucut di setiap putarannya. Tak lama kemudian, diketahui juga bahwa sumber sinyal-sinyal ini adalah perputaran cepat dari bintang-bintang neutron. Bintang-bintang neutron yang baru ditemukan ini dikenal sebagai "pulsar." Bintang-bintang ini, yang berubah menjadi pulsar melalui ledakan supernova, tergolong yang memiliki massa terbesar, dan termasuk benda-benda yang paling terang dan yang bergerak paling cepat di ruang angkasa. Sejumlah pulsar berputar 600 kali per detik .1
Kata "pulsar" berasal dari kata kerja to pulse . Menurut kamus American Heritage Dictionary, kata tersebut berarti bergetar, berdenyut. Kamus Encarta Dictionary mengartikannya sebagai berdenyut dengan irama teratur, bergerak atau berdebar dengan irama teratur yang kuat. Lagi menurut Encarta Dictionary, kata " pulsate ", yang berasal dari akar yang sama, berarti mengembang dan menyusut dengan denyut teratur yang kuat.
Menyusul penemuan itu, diketahui kemudian bahwa peristiwa alam yang digambarkan dalam Al Qur'an sebagai "thaariq," yang berdenyut, memiliki kemiripan yang sangat dengan bintang-bintang neutron yang dikenal sebagai pulsar.
Bintang-bintang neutron terbentuk ketika inti dari bintang-bintang maharaksasa runtuh. Materi yang sangat termampatkan dan sangat padat itu, dalam bentuk bulatan yang berputar sangat cepat, menangkap dan memampatkan hampir seluruh bobot bintang dan medan magnetnya. Medan magnet amat kuat yang ditimbulkan oleh bintang-bintang neutron yang berputar sangat cepat ini telah dibuktikan sebagai penyebab terpancarnya gelombang-gelombang radio sangat kuat yang teramati di Bumi.
Di ayat ke-3 surat Ath Thaariq istilah "an najmu ats tsaaqibu," yang berarti yang menembus, yang bergerak, atau yang membuat lubang, mengisyaratkan bahwa Thaariq adalah sebuah bintang terang yang membuat lubang di kegelapan dan bergerak. Makna istilah "adraaka" dalam ungkapan "Tahukah kamu apakah Ath Thaariq itu?" merujuk pada pemahaman. Pulsar, yang terbentuk melalui pemampatan bintang yang besarnya beberapa kali ukuran Matahari, termasuk benda-benda langit yang sulit untuk dipahami. Pertanyaan pada ayat tersebut menegaskan betapa sulit memahami bintang berdenyut ini. (Wallaahu a'lam)
Sebagaimana telah dibahas, bintang-bintang yang dijelaskan sebagai Thaariq dalam Al Qur'an memiliki kemiripan dekat dengan pulsar yang dipaparkan di abad ke-20, dan mungkin mengungkapkan kepada kita tentang satu lagi keajaiban ilmiah Al Qur'an.
BINTANG SIRIUS (SYI'RA)
Ketika pengertian-pengertian tertentu yang disebutkan dalam Al Qur'an dikaji berdasarkan penemuan-penemuan ilmiah abad ke-21, kita akan mendapati diri kita tercerahkan dengan lebih banyak keajaiban Al Qur'an. Salah satunya adalah bintang Sirius (Syi'ra), yang disebut dalam surat An Najm ayat ke-49:
… dan bahwasanya Dialah Tuhan (yang memiliki) bintang Syi'ra (QS. An Najm, 53: 49)
Kenyataan bahwa kata Arab "syi'raa," yang merupakan padan kata bintang Sirius, muncul hanya di Surat An Najm (yang hanya berarti "bintang") ayat ke-49 secara khusus sangatlah menarik. Sebab, dengan mempertimbangkan ketidakteraturan dalam pergerakan bintang Sirius, yakni bintang paling terang di langit malam hari, sebagai titik awal, para ilmuwan menemukan bahwa ini adalah sebuah bintang ganda. Sirius sesungguhnya adalah sepasang dua bintang, yang dikenal sebagai Sirius A dan Sirius B. Yang lebih besar adalah Sirius A, yang juga lebih dekat ke Bumi dan bintang paling terang yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Tapi Sirus B tidak dapat dilihat tanpa teropong.
Bintang ganda Sirius beredar dengan lintasan berbentuk bulat telur mengelilingi satu sama lain. Masa edar Sirius A dan B mengelilingi titik pusat gravitasi mereka yang sama adalah 49,9 tahun. Angka ilmiah ini kini diterima secara bulat oleh jurusan astronomi di universitas Harvard, Ottawa dan Leicester.2 Keterangan ini dilaporkan dalam berbagai sumber sebagai berikut:
Sirius, bintang yang paling terang, sebenarnya adalah bintang kembar… Peredarannya berlangsung selama 49,9 tahun. 3
Sebagaimana diketahui, bintang Sirius-A dan Sirius-B beredar mengelilingi satu sama lain melintasi sebuah busur ganda setiap 49,9 tahun. 4
Hal yang perlu diperhatikan di sini adalah garis edar ganda berbentuk busur dari dua bintang tersebut yang mengitari satu sama lain.
Namun, kenyataan ilmiah ini, yang ketelitiannya hanya dapat diketahui di akhir abad ke-20, secara menakjubkan telah diisyaratkan dalam Al Qur'an 1.400 tahun lalu. Ketika ayat ke-49 dan ke-9 dari surat An Najm dibaca secara bersama, keajaiban ini menjadi nyata:
dan bahwasanya Dialah Tuhan (yang memiliki) bintang Syi'ra (QS. An Najm, 53: 49)
maka jadilah dia dekat dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). (QS. An Najm, 53: 9)
Penjelasan dalam Surat An Najm ayat ke-9 tersebut mungkin pula menggambarkan bagaimana kedua bintang ini saling mendekat dalam peredaran mereka. (Wallaahu a'lam). Fakta ilmiah ini, yang tak seorang pun dapat memahami di masa pewahyuan Al Qur'an, sekali lagi membuktikan bahwa Al Qur'an adalah firman Allah Yang Mahakuasa.


Lanjutkan ... → Lubang Hitam (Black Hole)

Pengembangan Multimedia Pembelajaran

Pengembangan multimedia merupakan proses atau cara untuk menghasilkan produksi bahan, piranti, sistem, metode, termasuk proses perancangan prototipe-prototipe media elektronik interaktif yang memuat material pembelajaran. Tanpa teknologi pembelajaran, mutu pembelajaran sulit ditingkatkan (Anik Ghufron, 2004:4).

Dinyatakan pula bahwa aspek-aspek yang menjadi kajian teknologi pembelajaran bukan saja membahas dimensi pemanfaatan media pembelajaran saja, tetapi juga meliputi desain, pengembangan, pengelolaan, pemanfaatan, dan evaluasi proses dan sumber pembelajaran untuk keperluan pembelajaran. Seels dan Richey dalam Anik Ghufron (2004: 3), kawasan teknologi pembelajaran meliputi pengembangan, desain, evaluasi, pemanfaatan, dan pengelolaan.
Anik Ghufron (2004: 4) mengutarakan bahwa eksistensi teknologi pembelajaran tidak bisa dilepasakan dari proses pembelajaran. Dinyatakan pula bahwa banyak elemen pembentuk kegiatan pembelajaran yang perlu diperhatikan dalam mengaplikasikan teknologi pembelajaran. Elemen tersebut antara lain (1) jenis materi pembelajaran, (2) sifat atau karakteristik pebelajar, (3) organisasi pembelajaran, (4) ketersediaan sarana, dan (5) kemampuan praktisi.
Anik Ghufron (2004: 4) mengutarakan pula bahwa salah satu cara agar diperoleh kemudahan dalam menentukan domain teknologi pembelajaran perlu diawali dengan pemetaan aspek-aspek dan kegiatan pembelajaran. Domain pengembangan tidak bisa lepas dari desain, pemakaian, evaluasi dan pengelolaan. Dalam menentukan penggunaan multimedia pembelajaran perlu dipikirkan dengan baik. Multimedia pembelajaran yang baik diperlukan langkah-langkah perancangan dan pengembangan multimedia pembelajaran yang baik pula. Perlu pemahaman bahwa informasi bahan ajar yang terkemas dalam Compact Disk (CD) berupa multimedia interaktif yang berfungsi membantu membelajarkan peserta didik secara sistematis, terarah sesuai tujuan, yaitu kompetensi yang telah ditetapkan.
Bahan ajar berupa multimedia interaktif hasil penelitian ini dilengkapi dengan soal tes (test). Multimedia interaktif yang dikembangkan ini adalah berisi bahan ajar yang dihasilkan oleh peneliti yang bekerja dengan baik, menerapkan prinsip-prinsip pengembangan dengan mengadaptasikan model desain pembelajaran Dick dan Carey (2001: 36-37). Dalam hal ini peneliti juga melakukan penelitian/kajian tentang multimedia tersebut dengan baik, maksudnya dibuatkan ilustrasi dan didesain dengan baik, melalui uji coba, diedit dengan baik (well-researched, well- tested, well-edited, well-illustrated, and well designed), dengan melibatkan tenaga-tenaga yang kompeten dalam suatu tim. (Purwanto dan Ida Malati Sadjati, 2003: 3).
Pelaksanaan Penelitian Pengembangan, karena sifatnya yang berorientasi pada pengembangan produk pendidikan atau produk pembelajaran, maka pelaksanaan penelitian dapat dilakukan secara bertahap (Waldopo, 2002: 41). Lebih lanjut menyatakan ”Dalam melaksanakan penelitian tentunya peneliti tidak dapat melaksanakannya sendirian, melainkan harus melibatkan berbagai pakar sesuai dengan jenis produk yang akan dikembangkan”. Wasis D. (2004: 5) menyatakan bahwa konsep penelitian pengembangan lebih tepat diartikan sebagai upaya pengembangan yang sekaligus disertai dengan upaya validasi.
Borg & Gall (2003: 569) menyatakan bahwa evaluasi memegang kunci dalam penelitian dan pengembangan. Penelitian dan pengembangan merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan produk-produk yang berbasis pengembangan yang mempergunakan penemuan-penemuan penelitian dalam mendesain produk dan prosedur baru. Yang kemudian dilakukan uji lapangan secara sistematik, dievaluasi dan diperbaiki sampai ditemukan kriteria kualitas atau standar tertentu. Penelitian dan pengembangan dapat digunakan dalam pendidikan. Wasis D. (2004: 4) menyatakan bahwa penelitian pengembangan adalah pemakaian secara sistematik pengetahuan ilmiah yang diarahkan pada produksi bahan, piranti, system, metode, termasuk proses perancangan prototipe-prototipe.
Borg dan Gall (2003: 570) mengutarakan bahwa salah satu pengunaan model research dan Development dalam pendidikan adalah pada model sistem pendekatan yang didesain Walter Dick dan Lou Carey. Dick dan Carey (Borg dan Gall, 2003: 572) menganjurkan tiga tingkatan proses evaluasi formatif: (1) mencobakan prototipe material secara one to one, (2) uji coba small group, (3) uji coba lapangan (field trial). Lima tahapan generik pengembangan sistem pembelajaran yang diajukan Purwanto dan Ida Malati Sedjati (2003:3) yang disebut ADDIE model dalam perancanan dan pengembanan bahan ajar adalah sebagai berikut: (1) analisis, (2) perancangan, (3) pengembangan dan produksi, (4) imlementasi, (5) evaluasi.
Sugiono (2006: 414) menyatakan bahwa uji coba produk dilakukan setelah desain produk divalidasi melalui diskusi dengan pakar dan para ahli lainnya, dari uji coba dapat diketahui kelemahannya. Kelemahan yang ditemukan selanjutnya dipergunakan oleh peneliti untuk perbaikan produk. Pada uji coba pemakaian sasaran yang dinilai adalah kekurangan atau hambatan yang muncul untuk perbaikan lebih lanjut (Sugiono, 2006: 426). Arief S. Sadiman (2003: 182) menyatakan ada dua macam bentuk pengujicobaan media yang dikenal yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Kegiatan evaluasi dalam program pengembangan media pendidikan dititikberatkan pada kegiatan evaluasi formatif. Ada tiga tahap evaluasi formatif yaitu satu lawan satu (one to one), evaluasi kelompok kecil (small group evaluation), evaluasi lapangan (field evaluation).

Lanjutkan ... → Pengembangan Multimedia Pembelajaran

Sesuatu yang baru atau merupakan inovasi tentu tidak mudah untuk dilaksanakan, karena memerlukan penyesuaian diri dan kemauan untuk beradaptasi. Begitu pula dengan pembelajaran IPA Terpadu.

Pembelajaran terpadu biasa dilakukan jenjang pendidikan usia dini, namun tidak menutup kemungkinan untuk diterapkan di jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu jenjang SMP/MTs dan SMA/MA. Hasil uji coba menunjukkan bahwa pembelajaran terpadu dapat dilaksanakan.

1. Guru
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran dapat dilakukan oleh tim pengajar atau guru tunggal. Hal ini tergantung pada kondisi sekolah. Bila di suatu sekolah guru IPA terdiri atas guru fisika, kimia, biologi, maka dalam penyusunan silabus, perencanaan pembelajaran, penggunaan media, dan strategi mengajar sebaiknya dibuat bersama hingga penyusunan alat penilaiannya. Namun dalam pembelajarannya dapat dilakukan oleh guru tunggal. Bila di sekolah, seorang guru mengajar semua mata pelajaran IPA, dan mengalami kesulitan untuk memadukan kompetensi dasar, indikator, dan materi, maka sangat dianjurkan agar guru tersebut bekerja sama dalam kelompok MGMP agar dapat terjadi diskusi tentang perencanaan strategi dan pelaksanaan KBM. Indikator yang sudah dipadukan tidak perlu diajarkan dua kali karena tujuan pembelajaran terpadu adalah efisiensi dan efektivitas dalam pembelajaran.

Dalam pelaksanaannya di lapangan, pembelajaran IPA Terpadu terbentur pada masalah-masalah berikut ini.
1. Jadwal pelajaran yang sudah diatur sedemikian rupa dan tak dapat diubah begitu saja.
2. Masalah guru mata pelajaran IPA yang terpisah.
3. Program semester yang telah memuat urutan materi yang akan diajarkan.
4. Penguasaan bahan ajar.
5. Keterpaduan kompetensi yang terjadi lintas kelas.

Dalam mengajarkan bahan ajar dilakukan oleh guru mata pelajaran yang dominan. Misalnya bahan ajar tersebut dominan biologi maka yang mengajar sebaiknya guru biologi, atau bersama-sama. Oleh karena itu, pembelajaran IPA terpadu dapat diajarkan oleh guru tunggal atau tim pengajar tergantung pada kesepakatan dan waktu.

Dalam bab sebelumnya telah diuraikan, bahwa yang terpenting adalah kerja sama antar guru IPA yang ada di suatu sekolah dalam membuat perencanaan pembelajaran, mulai dari silabus, desain pembelajaran/rencana pelaksanaan pembelajaran hingga kesepakatan dalam bentuk penilaian. Bila hal ini dapat dilaksanakan, maka pembelajaran terpadu dapat meningkatkan kerja sama antarguru IPA, baik yang ada di sekolah maupun dalam lingkup MGMP. Kerja sama ini meliputi saling mempelajari materi dari mata pelajaran yang lain. Selain meningkatkan kerja sama, pembelajaran terpadu juga meningkatkan keharusan bagi guru untuk memperluas wawasan pengetahuannya. Pembelajaran terpadu oleh guru tunggal dapat memperkecil masalah pelaksanaannya yang menyangkut jadwal pelajaran. Secara teknis, pengaturannya dapat dilakukan sejak awal semester atau awal tahun pelajaran. Hal yang perlu dihindarkan adalah pembahasan materi yang tidak seimbang karena wawasan pengetahuan tentang materi pelajaran yang lain kurang memadai. Hal utama yang harus dilakukan guru adalah memahami model pembelajaran terpadu secara konseptual maupun praktikal.

2. Peserta didik
Bagi peserta didik, pembelajaran terpadu dapat mempertajam kemampuan analitis terhadap konsep-konsep yang dipadukan, karena dapat mengembangkan kemampuan asosiasi konsep dan aplikasi konsep. Pembelajaran terpadu perlu dilakukan dengan variasi metode yang tidak membosankan. Aktivitas pembelajaran harus lebih banyak berpusat pada peserta didik agar dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya.

3. Bahan Ajar
Bahan ajar yang digunakan tidak hanya buku mata pelajaran saja, tetapi dapat dari berbagai mata pelajaran yang direkatkan oleh tema. Peserta didik dapat juga mencari berbagai sumber belajar lainnya. Bahkan bila memungkinkan mereka dapat menggunakan teknologi informasi yang ada. Aktivitas peserta didik dalam penugasan dapat menjadi nilai tambah yang menguntungkan.

Dalam pembelajaran terpadu, suatu bahan ajar dapat dibahas dari berberapa mata pelajaran sehingga wawasan peserta didik diharapkan akan lebih terbuka. Di samping itu karena konsep-konsep itu dipadukan dalam suatu pembelajaran, maka akan mengurangi kebosanan peserta didik terhadap pengulangan bahan ajar pada berbagai mata pelajaran.

4. Sarana dan Prasarana
Dalam pembelajaran terpadu diperlukan berbagai alat dan media pembelajaran. Karena digunakan untuk pembelajaran konsep yang direkatkan oleh tema, maka penggunaan sarana pembelajaran dapat lebih efisien jika dibandingkan dengan pemisahan mata pelajaran. Memang tidak semua konsep dapat dipadukan. Konsep-konsep yang dipilih untuk direkat oleh tema dapat menghemat waktu dan ruang.

Lanjutkan ...

Kesulitan Belajar, Apakah itu?

Rendahnya prestasi belajar siswa dapat disebabkan oleh kesulitan belajar yang dialami siswa itu sendiri di dalam belajar. Mengapa siswa merasakan kesulitan dalam belajar?? Simak artikel berikut.

Kesulitan belajar terdiri dari dua kata yaitu kesulitan dan belajar. Sebelum dikemukakan pengertian belajar terlebih dahulu akan diuraikan pengertian belajar dan kesulitan. Dari pengertian tersebut maka seseorang dikatakan telah belajar apabila padanya terjadi perubahan tertentu. Dengan kata lain bahwa belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku pada diri seseorang melalui suatu proses tertentu. Namun demikian tidak semua perubahan tingkah laku itu disebabkan oleh hasil belajar, tetapi juga disebabkan oleh proses alamiah atau keadaan sementara pada diri seseorang.

Sedangkan kesulitan belajar berarti kesukaran, kesusahan, keadaan yang sulit atau sesuatu yang sulit. Kesulitan merupakan suatu kondisi yang memperlihatkan ciri-ciri hambatan dalam kegiatan untuk mencapai tujuan sehingga diperlukan usaha yang lebih baik untuk mengatasi hambatan.

Berdasarkan pengertian belajar dengan kesulitan yang telah dikemukakan diatas, maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa kesulitan belajar yaitu suatu kondisi yang dapat mengakibatkan adanya hambatan dalam kegiatan belajar. Kesulitan belajar adalah suatu kondidi yang mengalami hambatan dalam mencapai suatu perubahan apakah itu berbentuk sikap, pengetahuan maupun keterampilan.

Pengertian kesulitan belajar berhubungan dengan kegagalan belajar, dapat dilihat dari prestasi belajar siswa yang rendah. Gejala kesulitan belajar dapat pula dilihat dari tidak terpenuhinya harapan-harapan yang dituntut oleh sekolah terhadap siswa, harapan guru, dan harapan orang tua. Selain itu kesulitan belajar pula dapat ditandai pada siswa yang dianggap memiliki potensi tinggi, tetapi prestrasi yang dicapai hanya setingkat dengan prestasi teman-temannya yang memiliki potensi rata-rata. Potensi yang mereka capai tidak sesuai dengan potensi yang mereka miliki.

Kesulitan belajar yang dialami siswa dalam belajar sangat berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Faktor yang dapat menimbulkan kesulitan belajar adalah: (a) faktor-faktor yang bersumber dari diri sendiri; (b) faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah; (c) faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga; (d) faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan masyarakat.
Karya ilmiah ini hanya meninjau faktor-faktor kesulitan yang bersumber dari diri individu yang belajar, yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan keterampilan (phsycomotorik).

Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan kemampuannya, serta perubahan-perubahan aspek lain yang ada pada individu yang belajar.

Menurut Ali (1992) belajar adalah suatu proses perubahan prilaku akibat interaksi individu dengan lingkungannya.

Pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Belajar adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan yang berupa pengetahuan atau kemahiran yang sifatnya sedikit banyak permanen.

Slameto (1995:2) mendefinisikan belajar sebagai berikut: “Belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baik secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Dengan demikian belajar pada dasarnya ialah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Perubahan tingkah laku menurut Witherington (dalam Nana Sudjana, 1998:18) meliputi: perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman, dan apresiasi. Yang dimaksudkan dengan pengalaman dalam proses belajar tidak lain ialah interaksi antara individu dengan lingkungannya.
Nana Sudjana (1991) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses dituangkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan kemampuan daya reaksi belajarnya dan proses daya penerimaan dan lain-lain yang ada pada dirinya

Tingkah laku sebagai hasil dari pada proses belajar dipengaruhi oleh banyaknya faktor, baik faktor yang terdapat dalam diri individu itu sendiri (faktor interen) maupun faktor yang berada di luar individu (faktor eksteren). Faktor interen antara lain ialah: kemampuan yang dimilikinya, minat dan perhatian, kebiasaan, usaha dan motivasi serta faktor-faktor lainnya. Faktor lingkungan dalam proses pendidikan dan pengajaran dibedakan menjadi tiga lingkungan, yakni lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Unsur lingkungan yang disebutkan di atas pada hakikatnya berfungsi sebagai lingkungan belajar seseorang, yakni lingkungan tempat ia berinteraksi sehingga menumbuhkan kegiatan belajar pada dirinya.

Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar oleh individu untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sifatnya relatif permanen.

Prestasi dapat dikatakan sebagai hasil usaha. Dengan kata lain prestasi menunjukkan suatu keberhasilan yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha.

Prestasi belajar matematika merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar matematika dalam selang waktu tertentu. Prestasi juga dapat diartikan sebagai suatu tingkat keberhasilan yang dicapai pada akhir suatu kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan. Jadi prestasi belajar matematika dapat diartikan sebagai suatu hasil belajar mengajar pada bidang studi matematika.

Lebih khusus, prestasi belajar dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mencapai tujuan instruksional yang telah disusun sebelumnya setelah kegiatan belajar mengajar dilaksanakan. Prestasi biasanya ditunjukkan dengan angka-angka yang diperoleh dari hasil pemberian tes prestasi belajar sebagai evaluasi dari kegiatan belajar mengajar tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai murid dalam bidang studi tertentu dengan menggunakan tes yang terstandar sebagai pengukuran keberhasilan belajar seseorang.

Berdasarkan hal tersebut, maka hasil yang berupa kecakapan nyata dapat diukur dengan menggunakan tes prestasi belajar.

Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Jadi prestasi belajar adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan tingkat keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan suatu usaha tertentu.

Lanjutkan ... → Kesulitan Belajar, Apakah itu?

Pembelajaran Sains Berbasis CTL

“Learning always involves the interaction between the learner’s present understanding of the world and the knowledge input” (West and Pines, 1985 dalam Bell, 1993)
Proses pembelajaran dirancang untuk memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya kepada siswa untuk melakukan kegiatan belajar.

Kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif yang ditunjukkan siswa, baik berkaitan dengan aspek kognitif, keterampilan, maupun pematangan sikap dan kepribadian seperti rasa tanggung jawab, jujur, menghargai pendapat/karya orang lain.

Beberapa pendekatan dalam mengembangkan proses pembelajaran Biologi telah banyak diterapkan seiring dengan diberlakukannya berbagai kebijakan yang berkaitan dengan kurikulum. Pendekatan CBSA, Keterampilan Proses, Inkuari, Konstruktivisme, STS (Science Technology and Society), SETS (Science, Environment, Technology and Society), JAS (Jelajah Alam Sekitar) merupakan contoh pendekatan yang dapat diimplementasikan dalam pembelajaran Biologi. Melalui pendekatan-pendekatan tersebut juga telah dijabarkan ke dalam berbagai bentuk model dan strategi pembelajaran Biologi, yang penerapannya diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan kualitas belajar siswa.

Dalam perjalanannya, penerapan pendekatan-pendekatan dalam membelajarkan siswa tersebut mengalami kendala yang bersifat sistemik. Keterbatasan waktu, target ketuntasan pengeasaan materi pelajaran, serta sistem pengukuran dan pengujian hasil belajar siswa merupakan variabel-variabel utama yang menyebabkan belum terlaksananya pendekatan-pendekatan tersebut secara optimal.

Diberlakukannya kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), mengundang respon berbagai kalangan permerhati dan pelaksana pendidikan untuk memikirkan dan selanjutnya menyusun berbagai perangkat pendukung pembelajaran dalam rangka memenuhi harapan-harapan yang tertuang dalam Kurikulum 2004. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan salah satu perangkat alternatif untuk mewujudkan pembelajaran yang efisien dan efektif sesuai dengan kurikulum 2004.

*) Makalah Seminar dalam rangka Pembinaan Teknis Guru SMP se Jawa Tengah, di Semarang.
**) Dosen Pendidikan Biologi FMIPA UNNES.
Apa dan Bagaimana CTL?
Pendekatan CTL merupakan pendekatan dalam proses pembelajaran yang membantu guru menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa sehingga mendorong siswa untuk mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang diperoleh dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui CTL, siswa dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran yang bermakna yang membantu mereka menghubungkan kajian-kajian akademik dengan situasi kehidupan nyata mereka.

Pendekatan CTL dikembangkan dengan memperhatikan 5 hal, yaitu:
1. Relating, yaitu kegiatan pembelajaran dengan menghubungkan konten/materi pelajaran dengan konteks sehari-hari yang mudah dikenali siswa.
2. Experiencing, yaitu pembelajaran yang dikembangkan agar siswa mampu mempelajari sesuatu dengan melakukan dan menemukan sendiri dengan daya kreasi dan imajinasinya.
3. Applying, yaitu pembelajaran yang memungkinkan siswa mampu menerapkan pengetahuan yang diperolehnya untuk memecahkan suatu permasalahan.
4. Cooperating, yaitu pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja sama dengan yang lain dalam melakukan kegiatan bermakna, menghargai dan mampu menanggapi dengan baik pendapat teman.
5. Transfering, yaitu pembelajaran yang mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan yang telah dimiliki dalam situasi lain.

Penerapan pendekatan CTL yang baik yang dikemas dengan mengintegrasikan antara kegiatan yang bermakna dalam pembelajaran dan permasalahan yang tersirat dalam pelajaran, akan membiasakan siswa melakukan learning how to learn (belajar bagaimana seharusnya mempelajari sesuatu).

Dasar pengembangan pendekatan pembelajaran ini adalah sebagai berikut.
a. Hal-hal yang berkaitan dengan proses belajar
• Siswa belajar dari mengalami, tidak hanya sekedar menghafal
• Pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan sesuatu yang terorganisasi.
• Proses belajar dapat merubah struktur kognisi di otak
• Pengetahuan merupakan keterampilan yang dapat diterapkan
• Siswa terbiasa menghadapi dan memecahkan masalah

b. Hal-hal yang berkaitan dengan transfer belajar
• Hasil belajar siswa tidak diperoleh dari pemberian orang lain
• Keterampilan dan pengetahuan dapat ditingkatkan, sedikit demi sedikit
• Penting dipahami oleh siswa “untuk apa” ia belajar, dan “bagaimana” ia menggunakan pengetahuan dan keterampilannya.

c. Siswa adalah manusia yang mampu belajar
• Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dan menekuni bidang tertentu
• Untuk mempelajari hal-hal tertentu dibutuhkan strategi belajar
• Peran guru adalah membantu menghubungkan apa yang telah diketahui siswa dengan pengetahuan yang akan dipelajari
• Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri

d. Pentingnya lingkungan belajar
• Pembelajaran akan lebih bermakna jika berpusat pada siswa.
• Siswa bekerja dan berkarya, guru mengarahkan
• Guru mengarahkan “bagaimana memperoleh pengetahuan” dan “bagaimana menerapkan pengetahuannya”
• Bekerja dalam kelompok kecil lebih efektif
• Assessment (pengukuran hasil belajar) yang benar akan membantu siswa.

Selanjutnya, bagaimana pelaksanaan CTL dalam pembelajaran Biologi?
Terdapat 7 komponen yang harus diperhatikan jika kita akan menerapkan pendekatan ini dalam pembelajaran Biologi. Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut.

1. Konstruktivisme
Strategi yang penting diperhatikan adalah “bagaimana siswa memperoleh pengetahuan”. Guru memberikan kesempatan dan mengarahkan siswa untuk menemukan pengetahuan melalui kegiatan yang telah direncanakan (by design).

2. Inquiry (menemukan)
Dengan mempersiapkan kegiatan yang bermakna, siswa diajak untuk melakukan penyelidikan dan penemuan. Keterampilan yang harus dicermati selama kegiatan ini berlangsung adalah merumuskan masalah, observasi, bertanya, mengajukan dugaan, mengumpulkan data, dan menyimpulkan.

3. Questioning (bertanya)
Bagi guru kegiatan bertanya dapat dimanfaatkan untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan siswa. Sebaliknya bagi siswa, bertanya merupakan kegiatan untuk menggali informasi dan mengkonfirmasikan apa yang telah dipahami. Kegiatan bertanya ini dapat dilakukan oleh guru kepada siswa, siswa kepada guru, ataupun siswa kepada siswa lainnya (dalam kelompok).

4. Learning community/ sharing ideas (berbagi pengetahuan)
Setiap pihak harus sadar bahwa setiap orang memiliki pengetahuan dan pengalaman. Jika setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang dapat menjadi sumber belajar. Pembentukan kelompok kemudian berdiskusi, mendatangkan “ahli/narasumber” ke kelas, merupakan langkah yang dapat ditempuh dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.

5. Modeling (pemodelan)
Model yang diintegrasikan dengan tepat dalam pembelajaran akan membantu visualisasi siswa dalam memahami konsep yang dimodelkan. Model dapat berupa guru (mendemonstrasikan sesuatu), siswa (berperan sebagai sesuatu), atau dapat juga unsur dari ahli yang kompeten yang didatangkan sesekali waktu.

6. Reflection (refleksi)
Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang telah dipelajari. Pada akhir pelajaran guru memberi kesempatan siswa untuk melakukan refleksi, pengendapan, mencatat apa yang telah dipelajari dan lebih memahami ide-ide baru tersebut. Pengendapan dapat berupa pertanyaan guru, kesan siswa terhadap pembelajaran, diskusi, atau menghasilkan sebuah karya.

7. Authentic assessment (pengukuran hasil belajar yang sesungguhnya)
Assessment merupakan proses pengumpulan berbagai data untuk memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data ini dapat berupa tes tertulis, proyek (laporan kegiatan), karya siswa, performance (penampilan presentasi) yang terangkum dalam portofolio siswa.

Lanjutkan ... → Pembelajaran Sains Berbasis CTL
 

Blogger news

Blogroll

Most Reading